Jumat, 29 Maret 2019

Ketika Hina Dan Mulia Menjadi Pilihan (1)



Jika kemuliaan diukur dengan kecantikan, kekayaan, nasab atau keturunan  tentu sudah banyak yang protes sama Allah, karena tidak semua orang Allah berikan hal tersebut. Tapi apakah iya kalau kita tidak memiliki 3 hal tersebut kita ini menjadi hina?  Sementara ketiga hal tersebut bukan kita yang memilihkan, tapi itu semua sudah Allah takdirkan. Maka mari kita belajar bagaimana menjadi mulia, dan bagaimana agar tidak menjadi hina.
Pertama mari belajar dari Nabi Adam, Nabi aAam adalah mulia, karena seorang Nabi padahal Nabi Adam pernah gagal. Gagal mentaati salah satu perintah dari Allah yaitu dilarang memakan buah khuldi, tapi apa yang  menjadikan Adam mulia, lihat di surat Al-A’raf ayat 23 doa Nabi Adam “ ya tuhan kami, kami telah mendzalimi diri kami sendiri, jika engkau tidak mengampuni kami dan memberi rahmat kepada kami, niscaya kami termasuk orang-orang yang rugi”. Adam menjadi mulia bersebab kegagalan yang telah dilakukannya manjadikan adam berintrospeksi diri, mengakui kesalahan dan memohon ampun pada Allah SWT. Selanjutnya mari kita lihat Iblis, Iblis adalah makhluk yang sukses pada awalnya, bersujud ratusan tahun pada Allah. Dan apa yang menjadikan iblis menjadi makhluk yang pasti akan menajdi penghuni neraka, bersebab perkataannya dalam surat Al-A’raf ayat ayat 12 “aku lebih baik daripada Adam, aku diciptakan dari api sedangkan Adam dari tanah”. Karena kesombongannya Iblis menjadi makhluk yang hina. Nabi adam adalah contoh bagaimana sukses dengan kegagalannya, sedangkan Iblis adalah contoh yang gagal dengan kesuksesannya.
Hari ini saat kita merasa gagal, melakukan maksiat maka mari menjadi Adam yang mengakui kesalahan kita, dan bertobat pada Allah. Dan jika hari ini kita merasa telah menjadi lebih baik dari yang lain, maka mari beristighar, jangan-jangan salah satu sifat Iblis sedang ada pada diri kita. Dengan kegagalan Adam menjadi mulia, dengan kesuksesan Iblis menjadi hina, jadi? Siapakah yang menentukan hina dan mulianya kita? Sikap kita yang menentukannya.
To be continue part 2....
Lembah kapuk daarussalam, 29 maret 2019


Senin, 28 Januari 2019

Eksistensi



Era media social seperti sekarang ini, rasanya tidak berlebihan kalau bilang semua orang berlomba-lomba pengen eksis. Salah satunya, meng upload semua hal yang kita lakukan, lagi makan cekrek upload, lagi jalan cekrek upload, lagi ngaji cekrek upload dan kegiatan-kegiatan lain yang kita lakukan. Emang gak boleh ya? Tergantung niat masing-masing, kalau niatnya buat syiar ya inshaAllah dapat pahala syiar. Kalau niatnya yang lain, ya dapat sesuai apa yang diniatkan. Begitu kata  Rasulallah dalam Hadits Arbain Nawawi No 1 “Sesungguhnya setiap amalan tergantung pada niatnya. Setiap orang akan mendapatkan apa yang ia niatkan” (H.R Bukhari dan Muslim).
Sebetulnya gimana si caranya kalau kita pengen tetap eksis, apakah harus jadi viral dulu baru eksis? Resepnya ada di Al-Quran loh, Surat Ar-ra”d ayat 17 “Adapun buih itu, akan hilang sebagai sesuatu yang tak ada harganya; adapun yang memberi manfaat kepada manusia, maka ia tetap di bumi. Demikianlah Allah membuat perumpamaan-perumpamaan”.

Kita tahu bahwa buih itu adanya diatas permukaan air, selalu terlihat keberadaannya, atau eksis. Namun buih itu tidak memberikan manfaat, suatu saat akan hilang, yang akan selalu ada itu adalah yang memberikan manfaat kepada manusia.
Nah dari ayat ini kita bisa analogikan, seseorang yang viral tapi tidak ada manfaatnya untuk orang lain, lama-lama dia akan menghilang bahkan mungkin dilupakan oleh orang-orang. Akan tetapi seseorang yang meskipun tidak viral di media social, selama dia memberikan manfaat kepada manusia maka dia akan tetap eksis. Jadi ke-eksisan kita dibumi ini bukan ditentukan seberapa viralnya kita di media sosial, namun seberapa manfaatnya kita untuk orang lain.  Jangan khawatir meski tak viral di media sosail, selama kita bermanfaat untuk orang lain,  kita akan tetap eksis di  di bumi.
Jadi, mau eksis di media social atau di bumi?
Waallahua’lam






Allah yang menunjukkan jalanNya

Kupikir belajar Bahasa Arab adalah pelarian Dari belajar TOEFL Yang tak kunjung naik scorenya untuk lanjut kuliah, awalnya memang begitu....